Laman

20/11/10

Mundur dan Jatuhnya Majapahit

Hola. Postingan kali ini adalah tentang tugas agama saya yang baru saja selesai beberapa waktu yang lalu. Agak susah sih nyari nya. Ini dari beberapa sumber. Dari mama saya tercinta,   mbah google tentunya, dan buku sejarah saya di kelas 7. Buat yang satu ini, harus mbongkar tumpukan buku-buku warisan dari tahun ketahun sampai saya harus bersin-bersin gak keruan akibat debu debu yang udah ngalahin debu wedus gembel di merapi. Oke.. here it iss! ini diia! jeng jeng...

Kronologis Mundur dan Jatuhnya Kerajaan Hindu Nusantara Di Kerajaan Majapahit

 Sistem Politik yang Dijalankan Terlalu Sentralistik
Sistem politik yang dijalankan Gajah Mada ini terlalu terpusat sehingga kurang memberi kebebasan berpolitik kepada raja-raja jajahan. Sikap politik Gajah Mada ini menyebabkan tumbuhnya perasaan tertekan di kalangan raja-raja jajahan.
 Pembagian Kekuasaan Berdasarkan Sistem Kekeluargaan
Pembagian kekuasaan yang diterapkan Hayam Wuruk berdasarkan sistem kekeluargaan, bukan atas prestasi kerja. Hal ini menyebabkan raja-raja di daerah jajahan kurang kreatif dan kurang setia.
 Perang Bubat
Pada saat Hayam Wuruk berkuasa di Pulau Jawa, masih ada satu kerajaan yang belum tunduk kepada kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Pajajaran atau Sunda di Jawa Barat. Kerajaan ini diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Gajah Mada berusaha menundukan Kerajaan Pajajaran secara diplomatis dan kekeluargaan, tetapi disisi lain, Raja Hayam Wuruk bermaksud hendak memperistri putri Kerajaan Pajajaran yang bernama Dyah Pitaloka sebagai permaisuri. Lamaran Hayam Wuruk diterima oleh Raja Pajajaran. Untuk memenuhi pinangan tersebut, berangkatlah Dyah Pitaloka berserta ayahnya-Raja Pajajaran-dan para pembesar Kerajaan Pajajaran ke Majapahit. Namun, setibanya disebuah tanah lapang yang diberi nama Bubat yang letaknya disebelah Utara ibu kota Majapahit, terjadi perselisihan antara rombongan pengantin Dyah Pitaloka dan Gajah Mada. Mahapatih Gajah Mada meminta agar Dyah Pitaloka dinikahkan dengan Hayam Wuruk hanya sebagai putri persembahan tanda menyerahnya Kerajaan Pajajaran terhadap Majapahit. Sudah barang tentu hal itu tidak diterima oleh Raja Pajajaran sehingga menimbulkan pertempuran ditanah lapang Bubat. Dalam perang ini, Sri Baduga Maharaja beserta tentaranya berjuang habis-habisan. Raja Pajajaran gugur dalam pertempuran itu dan Dyah Pitaloka bunuh diri melihat ayah dan pasukannya gugur di medan perang. Perlu dicatat bawa pada waktu yang bersamaan sebenarnya kerajaan Majapahit juga tengah melakukan eskpedisi ke Dompo (Padompo) dipimpin oleh seorang petinggi bernama Nala.
Dengan berakhirnya Perang Bubat, Jawa Barat telah masuk wilayah kekuasaan Majapahit.
 Runtuhnya Hubungan Para Pemimpin Majapahit
Peristiwa Bubat merupakan lembaran hitam dalam sejarah Kerajaan Majapahit, terutama pada masa Mahapatih Gajah Mada. Terjadinya Perang Bubat sangat disesalkan oleh Hayam Wuruk atas meninggalnya putri Dyah Pitaloka sehingga menimbulkan pertentangan batin dengan Gajah Mada. Setelah Perang Bubat berakhir, Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya.
 Mangkatnya Gajah Mada
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Raja Hayam Wuruk dan seluruh Kerajaan Majapahit berkabung. Raja Hayam Wuruk kemudian mengundang kelompok yang disebut Bhattara Saptaprabu. Kelompok tersebut berupa Pahom Narendra, yaitu lembaga yang merupakan Dewan Pertimbangan Kerajaan. Dewan ini bertugas memberikan pertimbangan kepada raja. Anggotanya merupakan sanak saudara raja. Lembaga itu dipanggil untuk merundingkan pengganti Mahapatih Gajah Mada. Akan tetapi, usaha ini tidak berhasil. Tidak seorang pun yang sanggup menggantikan kedudukan dan peranan Gajah Mada. Akibatnya untuk sementara waktu pemerintahan Hayam Wuruk tanpa didampingi oleh patih hamangkubhumi.
Untuk mengisi kekosongan, diangkatlah pejabat baru, Pu Tanding sebagai Wredamantri. Pu Nala menjadi mantri amancanagara, dan Patih Dami sebagai menteri muda. Baru beberapa saat kemudian (sekitar tiga tahun kemudian), barulah Gajah Enggon diangkat sebagai patih hamangkubhumi yang menggantikan posisi Gajah Mada. Namun demikian, kesemuanya tidak mampu menggantikan peranan Gajah Mada.
 Mangkatnya Hayam Wuruk
Pada tahun 1389 M, Hayam Wuruk mangkat. Raja Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanegara kemungkinan sekali dimuliakan di Tayung (daerah Berbek, Kediri). Sejak itulah, Majapahit makin suram karena timbul kemelut politik berupa perang saudara dan pemberontakan. Akibat dari mangkatnya tokoh-tokah penting Majapahit-Hayam Wuruk dan Gajah Mada- ini adalah pudarnya kewibawaan Majapahit dan berkurangnya raja-raja daerah.
 Tidak Adanya Figur Pemimpin yang Dapat Menggantikan Figur Hayam Wuruk-Gajah Mada
Akibat karena terlalu teguhnya peranan Hayam Wuruk dan Gajah Mada dalam membangun Majapahit mencapai masa keemasannya, tidak ada seorag pun figur pemimpin yang dapat menggantikannya.
 Perebutan Kekuasaan Sepeninggal Hayam Wuruk
Setelah mangkatnya Hayam Wuruk, terjadilah perebutan kekuasaan di Majapahit. Kemelut politik pertama meletus pada tahun 1401 M. Wikramawardhana, suami dari Kusumawardhani yang merupakan pewaris tahta Hayam Wuruk dan juga sekaligus sebagai keponakan Hayam Wuruk itu naik tahta sebagai raja. Ia memerintah selama dua belas tahun sebelum mengundurkan diri sebagai pendeta. Sebelum turun tahta ia menujuk puterinya, Suhita menjadi ratu. Hal ini tidak disetujui oleh Bhre Wirabhumi, anak Hayam Wuruk dari seorang selir yang menghendaki tahta itu dari keponakannya. Perebutan tahta itu membuahkan perang saudara yang disebut Perang Paregreg (1401 - 1406 M). Bhre Wirabhumi yang semula memperoleh kemenangan akhirnya harus melarikan diri setelah Bhre Tumapel ikut campur membantu pihak Suhita. Bhre Wirabhumi kalah bahkan akhirnya terbunuh oleh Raden Gajah. Perselisihan keluarga ini membawa dendam yang tidak berkesudahan. Beberapa tahun setelah terbunuhnya Bhre Wirabhumi kini giliran Raden Gajah yang dihukum mati karena dianggap bersalah membunuh bangsawan tersebut.
Perang Paregreg ini menyebabkan Kerajaan Majapahit melemah sehingga banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri.
 Masuknya Paham Lain
Berkembangnya agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa yang diikuti dengan berdirinya kerajaan Demak di Indonesia.
 Negara-Negara Jajahan Memutuskan Hubungan dan Memilih Untuk Berdiri Sendiri
Situasi di Majapahit semakin memburuk. Raja terakhir Majapahit diakhir masa kejayaannya, Ranawijaya yang bergelar Girindrawardhana Sri Singhawardhana Dyah Ranawijaya itu juga tidak dapat membangun Majapahit ke keadaannya semula. Akibatnya, kelemahan Majapahit itu diketahui oleh daerah-daerah diluar Jawa sehingga satu demi satu derah-daerah itu melepaskan diri dari kekekuasaan Majapahit dan diikuti oleh daerah-daerah pesisir utara pulau Jawa. Salah satu dari kerajaan yang melepaskan diri adalah Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda, Bali, dan Lombok

Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Suhita, putri Wikramawardhana yang menggantikan ayahnya menjadi Ratu, wafat tahun 1477 M, dan karena tidak mempunyai anak maka kedudukannya digantikan oleh adiknya, Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Tidak lama ia memerintah digantikan oleh Bhre Pamotan bergelar Sri Rajasawardhana yang juga hanya tiga tahun memegang tampuk pemerintahan. Bahkan antara tahun 1453-1456 M kerajaan Majapahit tidak memiliki seorang raja pun karena pertentangan di dalam keluarga yang semakin meruncing. Situasi sedikit mereda ketika Dyah Suryawikrama Girisawardhana naik tahta. Ia pun tidak lama memegang kendali kerajaan karena setelah itu perebutan kekuasaan kembali berkecambuk. Demikianlah kekuasaan silih berganti beberapa kali dari tahun 1466 M sampai menjelang tahun 1500 M. Berita-berita Cina, Italia, dan Portugis masih menyebutkan nama Majapahit di tahun 1499 M tanpa menyebutkan nama rajanya. Semakin meluasnya pengaruh kerajaan kecil Demak di pesisir utara Jawa yang menganut agama Islam, merupakan salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Tahun 1522 M Majapahit tidak lagi disebut sebagai sebuah kerajaan melainkan hanya sebuah kota. Pemerintahan di Pulau Jawa telah beralih ke Demak di bawah kekuasaan Adipati Unus, anak Raden Patah, pendiri kerajaan Demak yang masih keturunan Bhre Kertabhumi. Ia menghancurkan Majapahit karena ingin membalas sakit hati neneknya yang pernah dikalahkan raja Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya. Demikianlah maka pada tahun 1478 M hancurlah Majapahit sebagai sebuah kerajaan penguasa nusantara dan berubah satusnya sebagai daerah taklukan raja Demak. Berakhir pula rangkaian penguasaan raja-raja Hindu di Jawa Timur yang dimulai oleh Ken Arok saat mendirikan kerajaan Singosari, digantikan oleh sebuah bentuk kerajaan baru bercorak agama Islam.
Ironisnya, pertikaian keluarga dan dendam yang berkelanjutan menyebabkan ambruknya kerajaan ini, bukan disebabkan oleh serbuan dari bangsa lain yang menduduki Pulau Jawa.

0 komentar:

Posting Komentar